Kamis, 10 Oktober 2013

softskill minggu ke-3 tentang proses pengambilan keputusan dan konsumen




Model Proses Pengambilan Keputusan

Proses Pengambilan Keputusan Individu (Individual Decision Making)
Proses pembuatan keputusan individu yang dihasilkan oleh manager dapat dibedakan menjadi dua macam, pertama rational approach pendekatan ini menuntut manajer untuk membuat keputusan dan kedua adalah bounded rationality perspective yang menjelaskan bagaimana keputusan dibuat dibawah keterbatasan waktu dan sumber daya.

a. Rational Approach
Merupakan sebuah pendekatan rasional yang menekankan analisis permasalahan secara sistematis yang diikuti dengan pemilihan alternatif serta implementasi keputusan tersebut  proses pembuatan keputusan secara individu. Pendekatan ini merupakan model ideal bagaimana keputusan dibuat dan pada praktiknya pendekatan ini tidak sepenuhnya dapat dicapai dalam dunia nyata. Menurut model ini keputusan dibuat melalui 8 tahap, antara lain:

1) Monitor the decision environment
Pada tahap ini, manajer memonitor informasi yang mengindikasikan terjadinya penyimpangan baik itu informasi yang bersifat internal maupun eksternal.
 

2) Define the decision problem
Pada tahap ini dilakukan identifikasi detail dari permasalahan yang terjadi.
 

3) Specify decision objectives
Pada tahap ini manajer menentukan apa yang ingin dicapai oleh keputusan yang akan dibuat.
 

4) Diagnose the problem
Di tahap ini manajer  menelusuri lebih lanjut serta menganalisa apa yang menjadi sumber permasalahan.
 

5) Develop alternative solutions
Manajer mengemukakan tidak hanya satu alternatif keputusan dalam menangani masalah.
 

6) Evaluate alternatives
Pada tahap ini teknik-teknik statistik atau pengalaman pribadi dapat digunakan untuk mencari alternatif keputusan dengan tingkat keberhasilan tertinggi.
 

7) Choose the best alternative
Pada tahap ini kemampuan seorang manajer diuji untuk memutuskan alternatif keputusan mana yang harus dipilih, sehingga ditahap ini akan dihasilkan alternatif keputusan tunggal 



sebagai solusi dari permasalahan yang terjadi.
 
8) Implement the chosen alternative
Pada tahap ini manager mulai menggunakan kemampuan persuasif dan administratif manjerial yang dimilikinya. Manajer juga dituntut untuk memberikan arahan guna menjamin keputusan yang diambil dilaksanakan dengan baik.

b. Bounded Rationality Perspective

Pendekatan proses pengambilan keputusan secara rasional sangat sulit dilakukan karena pada kenyataannya manajer dalam dunia nyata dituntut untuk melakukan pengambilan keputusan yang cepat, sehingga dalam pengambilan keputusan manajer akan terbatasi oleh waktu, faktor internal dan eksternal serta sifat alamiah suatu permasalahan yang tidak memungkinkan untuk dilakukannya suatu analisa menyeluruh terhadap permasalahan tersebut. Hal ini menjadikan pengambilan keputusan secara rasional menjadi terbatasi (bounded rationality perspective). Pengambilan keputusan menggunakan pendekatan ini umumnya lebih menekankan pada aspek intuisi, pengalaman dan penilaian (judgement) dibandingkan dengan langkah-langkah logis. Intuisi tidak selalu bersifat irasional, karena intuisi didasarkan atas pengalaman bertahun-tahun dari seorang manajer terhadap pekerjaannya yang telah tersimpan di alam bawah sadarnya. Intuisi akan menghasilkan keberanian serta firasat mengenai alternatif keputusan mana yang diperkirakan dapat memecahkan permasalahan, sehingga intuisi akan mempersingkat waktu dalam pengambilan keputusan.

C. Proses Pengambilan Keputusan Organisasi

Pada level organisasi keputusan yang dibuat umumnya tidak berasal dari satu manajer tapi merupakan kombinasi keputusan yang melibatkan seluruh manajer pada suatu organisasi. Berdasarkan penelitian terdapat 4 macam proses pengambilan keputusan pada level organisasi, yaitu: PerspectiveManagement science approach, Carniege model, Incremental decision proses model, Garbage can model.
 

a. Management Science Approach
Pendekatan manajemen pengetahuan dapat didefinisikan sebagai pendekatan rasional pengambilan keputusan pada level organisasi. Pendekatan ini merupakan alat yang baik dalam proses pengambilan keputusan organisasi, terutama jika permasalahan yang terjadi dapat  


dianalisa serta variabel permasalahan dapat di identifikasi serta terukur. Kelemahan model ini adalah tidak banyak permasalahan dengan data kuantitatif yang memadai dan proses penyampaian tacit knowledge (pengetahuan yang dimiliki setiap manajer) umumnya sukar dilakukan. Keputusan yang dihasilkan menggunakan pendekatan ini dapat berupa kesimpulan kualitatif, kuantitatif atau kombinasi keduanya.
 

b. Carnegie Model
Model ini dapat digambarkan sebagai model bounded rationality perspective pada level organisasi. Model ini menjelaskan pengambilan keputusan melalui beberapa tahapan sebagai berikut:
 

1)  Adanya ketidakpastian karena terbatasnya informasi yang dapat diperoleh manajer serta konflik kepentingan yang terjadi karena setiap manajer memiliki tujuan, opini, nilai, serta pengalaman yang berbeda-beda akan mendorong terjadinya koalisi antar manajer.
 

2) Koalisi akan dibutuhkan selama proses pengambilan keputusan karena:
a)  Ambiguitas tujuan organisasi dan inkonsistensi tujuan dari departemen operasi.
b)  Manajer tidak memiliki waktu, sumber daya serta kapasitas mental untuk mengidentifikasi setiap dimensi serta memproses seluruh informasi yang relevan dengan keputusan yang akan dibuat.
Terbentuknya koalisi antar manajer memungkin kan terjadinya diskusi, interpretasi tujuan serta permasalahan, tukar pendapat, menentukan prioritas masalah, serta dukungan secara sosial terhadap permasalahan beserta solusinya.
 

3) Koalisi akan mempermudah pencarian solusi untuk mengatasi permasalahan yang ada.
 

4) Solusi yang ada akan menghasilkan keputusan yang akan memberikan solusi memuaskan (satisficing) dan bukan solusi optimal bagi organisasi. Hal ini terjadi karena adanya problemistic search, yaitu kondisi dimana manajer terpaku pada lingkungan koalisi yang terbentuk sehingga mereka hanya mengharapkan solusi yang secepatnya dapat memecahkan masalah tanpa mempertimbangkan optimalisasi organisasi.
Kelemahan model Carnegie antara lain, terkadang sulit untuk membangun koalisi yang solid, diskusi dalam tubuh koalisi biasanya memerlukan waktu lama untuk mencapai suatu kesepakatan dan keputusan yang dihasilkan biasanya hanya memberikan solusi satisficing, selain itu model ini juga menekankan pentingnya persetujuan politik (political bargaining) sehingga model Carnegie cocok digunakan dalam mengidentifikasi masalah yang terjadi di organisasi.
 

c. Incremental Decision Process Model
Model ini pengambilan keputusan ini menyerupai dengan model pengambilan keputusan secara Carnegie, yang menekankan lebih detail pada tahapan mulai dari identifikasi masalah hingga solusinya, namun kurang menekankan pada faktor sosial dan politik. Tahapan 



pengambilan keputusan dapat dijabarkan melalui 3 fase, yaitu:
1) Identification Phase
Fase identifikasi ini diawali dengan rekognisi, yaitu suatu keadaan dimana para manajer menjadi sadar akan adanya masalah dan perlunya mengambil suatu keputusan. Rekognisi pada umumnya distimulasi oleh adanya masalah yang tercermin dari perubahan lingkungan eksternal organisasi sehingga terjadi penurunan kinerja. Kemudian, setelah rekognisi manajer akan melalui langkah selanjutnya, yakni diagnosis dimana terjadi pengumpulan informasi yang dibutuhkan untuk menjelaskan masalah yang terjadi.
2) Development Phase
Pada fase ini terbentuk beberapa solusi untuk menyelesaikan permasalahan yang sebelumnya telah teridentifikasi. Solusi ini terbentuk melalui dua cara, antara lain:
a) Search
Pada cara ini dapat digunakan prosedur dalam mencari alternatif keputusan.
b) Design
Setelah itu dilakukan pemilihan desain solusi yang diinginkan melalui proses trial-and-error.
3) Selection Phase
Fase dimana terjadi pemilihan solusi. Pemilihan solusi ini dilakukan melalui 3 cara, pertama penilaian (judgement) dimana para pembuat keputusan melakukan penilaian terhadap alternatif-alternatif solusi yang ada. Kedua, perundingan (bargaining), perundingan akan terjadi jika pemilihan solusi melibatkan lebih dari satu pembuat keputusan, diskusi dan perundingan ini akan berjalan hingga terbentuk sebuah koalisi seperti yang dijelaskan pada model Carnegie diatas. Ketiga, pemberian wewenang (authorization) pada tahap ini keputusan akan disebarluaskan kepada setiap hirarki organisasi hingga level terbawah dari hirarki.

d. Garbage Can Model
Model ini merupakan hasil evolusi dari Carnegie Model dan Incremental Decision Process Model. Perbedaannya adalah, jika Carnegie dan Incremental Decision Process Model memberikan informasi mengenai bagaimana keputusan tunggal terbentuk, maka Garbage Can Model menggambarkan bagaimana alur setiap keputusan dibuat dalam organisasi secara keseluruhan. Beberapa karakteristik mengenai model ini adalah:
 

1) Organized anarchy
Yaitu suatu keadaan dimana terjadi tingkat ketidakpastian yang sangat tinggi, sehingga terjadi anarki organisasi dimana terjadi penyimpangan otoritas vertikal dari hirarki serta keputusan birokratik. Anarki organisasi ditandai dengan adanya perubahan yang cepat dan kolektif terhadap lingkungan birokrasi.




2) Streams of events
Karakteristik lain dari Garbage Can Model adalah proses pengambilan keputusan yang tidak berurutan dimana seharusnya pengambilan keputusan seharusnya diawali dengan adanya suatu masalah dan berakhir dengan ditemukannya solusi. Pengambilan keputusan yang terjadi pada model ini mengikuti aliran sebagai berikut:
a)    Problems
Masalah muncul saat terjadi ketidakpuasan terhadap kinerja.
b)   Potential solution
Merupakan gagasan yang dikemukakan seorang karyawan yang tidak selalu menduduki jabatan seorang manajer.
c)    Participants
Partisipan merupakan karyawan organisasi.
d)   Choice of opportunities
Merupakan saat dimana organisasi memiliki peluang dan harus membuat keputusan.
 
3) Consequnces
Gargbage can model memiliki 4 macam konsekuensi, antara lain:
a)    Solusi dapat saja terbentuk meskipun organisasi tidak sedang mengalami masalah.
b)   Pilihan dapat ditentukan meskipun terkadang tidak memecahkan permasalahan.
c)    Permasalahan dapat berlarut-larut, karena partisipan terbiasa dengan masalah yang terjadi dan menyerah untuk menyelesaikannya.
d)   Tidak semua masalah dapat terpecahkan.
Garbage can model cocok untuk digunakan pada pengambilan keputusan pada keadaaan problematik dengan informasi mengenai permasalahan yang sangat minim.

Tipe-tipe proses pengambilan keputusan
Proses  mempengaruhi dan pengambilan keputusan adalah proses-proses manejerial karena secara nyata dilaksanakan oleh para manajer. Proses-proses ini juga merupakan proses-proses organisasional karena lebih penting daripada manajer individual dalam pengaruhnya pada pencapaian tujuan–tujuan organisasi. Ketiga proses organisasi dan manejemen ini merupakan bagian vital sistem organisasi formal dan mempunyai implikasi-implikasi sangat penting terhadap perilaku organisasional. Dan hasil pemecahan dalam suatu masalah yang harus dihadapi dengan tegas. Hal itu berkaitan dengan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mengenai “apa yang harus dilakukan?” dan seterusnya mengenai unsur-unsur perencanaan. Dapat juga dikatakan bahwa keputusan itu sesungguhnya merupakan hasil proses pemikiran

yang berupa pemilihan satu diantara beberapa alternatif yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.
Oleh karena itu untuk dapat menyediakan informasi yang relevan dan berguna bagi manajemen, maka proses pengembang system informasi harus memahami terlebih dahulu kegiatan yang dilakukan oleh manajemen dan tipe keputusannya. Pada konsep dasar pengambilan keputusan oleh manajemen, pengambilan keputusan (Decision making) yaitu tindakan manajemen dalam pemilihan alternative untuk mencapai sasaran.
Tipe-tipe proses pengambilan keputusan
1. Keputusan terprogram atau keputusan terstruktur : keputusan yg berulang-ulang dan rutin, sehingga dapat diprogram. Keputusan terstruktur terjadi dan dilakukan terutama pada manjemen tingkat bawah. Co: keputusan pemesanan barang, keputusan penagihan piutang,dll.
2. Keputusan setengah terprogram atau setengah terstruktur : keputusan yang sebagian dapat diprogram, sebagian berulang-ulang dan rutin dan sebagian tidak terstruktur. Keputusan ini seringnya bersifat rumit dan membutuhkan perhitungan serta analisis yang terperinci. Co: Keputusan membeli sistem komputer yang lebih canggih, keputusan alokasi dana promosi.
3. Keputusan tidak terprogram atau tidak terstruktur : keputusan yang tidak terjadi berulang-ulang dan tidak selalu terjadi. Keputusan ini terjadi di manajemen tingkat atas. Informasi untuk pengambilan keputusan tidak terstruktur tidak mudah untuk didapatkan dan tidak mudah tersedia dan biasanya berasal dari lingkungan luar. Pengalaman manajer merupakan hal yang sangat penting didalam pengambilan keputusan tidak terstruktur. Keputusan untuk bergabung dengan perusahaan lain adalah contoh keputusan tdk terstruktur yg jarang terjadi.


Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Pemecahan Masalah

1.Masalah Sederhana.
                  Berskala besar, tidak berdiri senidri, mengandung konsekuensi besar,    pemecahannya memerlukan pemikiran yang tajam dan analitis.Pemecahan masalah dilakukan secara kelompok yang melibatkan pimpinan, dan segenap staf pembantunya. Jenis  masalahnya ada yang terstruktur dan tidak terstruktur.
2.Masalah Rumit
              Masalah yang jelas faktor peneybabnya, bersifat rutin dan biasanya timbul berulang kali sehingga pemecahannya dapat dilakukan dengan teknik pengambilan keputusan yang bersifat rutin, repetitive dan dibakukan. Sifatnya lebih mudah atau cepat. Salah satu caranya dengan penyusunan metode.

3.Masalah yang terstruktur
            Penyimpangan dari masalah organisasi yang bersifat umum., tidak rutin,tidak jelas penyebabnya dan konsekuensinya., serta tidak repetitif kasusnya. Relatif lebih sulit dan lebih lama., diperlukan teknik PK yang bersifat non- programmed decision-making.
4.Masalah yang Tidak Terstruktur
Fakta dipisahkan dari opini atau spekulasi. Data objektif dipisahkan dari     persepsi. Semua pihak yang diperlakukan sebagai sumber informasi. Masalah harus dinyatakan secara tegas untuk menghindari dari pembuatan defines yang tidak jelas. Definisi yang dibuat harus dinyatakan secara jelas adanya ketidak sesuaian antara standar atau harapan yang telah ditetapkan sebelumnya dan kenyataan yang terjadi. Definisi yang ibuat harus menyatakan dengan jelas, pihak-pihak yang terkait atau berkepentingan dengan terjadinya masalah. Definisi yang dibuat bukanlah seperti solusi yang samar. 


PEMBELIAN




Konsumen menuntut tidak terbatas terpenuhi kebutuhan tetapi juga yang menjadi keinginannya. Peningkatan tersebut,sejalan dengan perkembangan teknologi informasi yang memberikan kemudahan konsumen mengetahui, memahami, dan mempunyai banyak pilihan. Terdapat tahapan-tahapan sebelum seorang consumer memutuskan untuk membeli atau menunda pembelian terhadap suatu barang. Rangkaian tahapan ini disebut sebagai decision making process. Sebelumnya, terdapat motivasi dan involvement yang melatarbelakangi decision making process. Motivasi dan involvement sendiri dipengaruhi oleh kondisi psikologis (misalnya cara pembelajaran), kondisi situasional (misalnya kondisi keluarga, kelompok acuan, budaya, kelas sosial) dan aktivitas kognitif (misalnya personality, self concept). Proses itu kemudian tidak berhenti sampai disitu, terdapat langkah selanjutnya dalam information search. Dalam information search, terdapat dua bagian, yakni internal dan eksternal. Internal berarti informasi suatu produk muncul dari dalam dirinya sendiri, misalnya pernah membeli barang tersebut sebelumnya. Sedangkan eksternal, berarti informasi didapatkan di luar diri, misalnya lewat tvc, obrolan dengan teman, atau bisa juga pengaruh keluarga. Hal ini berhubungan dengan the hierarchy of effect yang terbagi dua,yakni high involvement hierarchy yang membutuhkan informasi lebih jauh
dengan mencari informasi lebih lanjut (eksternal) dan low involvement of effect yang membutuhkan informasi yang lebih sedikit yakni informasi yang sudah ada di dalam diri saja (internal).

Keputusan membeli oleh konsumen dipengaruhi oleh banyak factor eksternal maupun internal
-faktor-faktor eksternal, seperti informasi pemasaran dan lingkungan sosial budaya, faktor-faktor –faktor-faktor internal , misalnya motivasi, persepsi, pembelajaran, kepribadian, sikap dan pengalaman. Pengambilan keputusan konsumen juga dipengaruhi oleh situasi dimana proses dan perilaku beli terjadi. Situasi komunikasi, situasi pembelian, situasi penggunaan dan situasi penyingkiran produk, semuanya menentukan keputusan beli. Lingkungan fisik, lingkungan sosial, waktu, tujuan pembelian, konsumsi dan suasana hati tidak dapat diabaikan sebagai unsur-unsur yang sangat penting dalam keputusan membeli. Situasi terakhir adalah situasi-situasi tertentu yang banyak dimanfaatkan pemasar untuk mempengaruhi perilaku konsumen.
Struktur Keputusan Membeli
Struktur keputusan membeli penting,karena sesudah menetukan kebutuhan dan mempunyai keinginan akan produk tertentu, konsumen diharapkan untuk memunculkan keputusan untuk membeli. Ada tujuh struktur keputusan membeli yang mempengaruhi konsumen
1. Keputusan tentang jenis produk
Konsumen dapat memutuskan untuk membelanjakan uangnya untuk membeli produk X atau tujuan lain selain melakukan pembelian. Para pemasar harus memusatkan perhatian pada konsumen yang diharapkan
memutuskan untuk untuk membeli produk X dari alternatif lain yang mereka pertimbangkan uangnya untuk membeli komputer atau keperluan lain (membeli kamera, pakaian, dan buku.

2. keputusan tentang jenis produk
Konsumen memutuskan untuk membeli produk X dengan bentuk tertentu (ukuran, mutu, corak,dan sebagainya). Perusahaan harus menggunakan riset pemasaran
untuk mengetahui kesukaan konsumen (untuk memaksimumkan daya tarik merk produk X, misalnya mahasiswa tersebut menentukan karakteristik dari komputer yang diinginkan yaitu laptop, Pentium 120, kemampuan memproses cepat, fasilitas lengkap (baterai, CD drive, mouse).

3. keputusan tentang merek
Konsumen memutuskan merk yang akan diambil. Perusahaan harus mengetahui bagaimana konsumen memilih sebuah merk. Misalnya berdasarkan informasi yang dihimpun, mahasiswa tersebut memilih untuk mendapatkan komputer merk acer.

4. keputusan tentang penjualan
Konsumen memutuskan dimana akan membeli (toko serba ada, elektronik, toko khusus dan lain-lain, perusahaan ( termasuk pedagang besar, pengecer) Harus mengetahui bagaimana konsumen memilih penjual tertentu. Misalnya mahasiswa tersebut mempunyai pilihan membeli di toko elektronik, toko khusus komputer atau agen tertentu. Disamping pertimbangan harga, ia mempertimbangkan pula layanan yang didapat baik pada waktu membeli layanan purna jual.

5. Keputusan tentang jumlah produk
Konsumen memutuskan jumlah produk yang akan dibeli. Perusahaan harus mempertimbangkan banyaknya produk tersedia untuk konsumen sesuai keinginan konsumen yang berbeda-beda.

6. keputusan tentang waktu pembelian
Konsumen memutuskan kapan harus membeli (kapan uang/kesempatan tersedia). Perusahaan harus mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi konsumen dalam penentuan waktu pembelian, yang juga mempengaruhi perusahaan dalam mengatur waktu produksi, pemesanan, periklanan dan sebagainya.

7. Keputusan tentang cara pembayaran
Konsumen memutuskan mode pembelanjaan yang disukainya, perusahaan harus mengetahui hal ini yang akan mempengaruhi dalam penawaran pembayaran (discount untuk tunai, kemudahan kredit, bunga rendah, dan lain-lain).


DIAGNOSA PERILAKU KONSUMEN


Pemahaman akan perilaku konsumen dapat diaplikasikan dalam beberapa hal,yaitu
1. untuk merancang sebuah strategi pemasaran yang baik, misalnya menentukan kapan saat yang tepat
perusahaan memberikan diskon untuk menarik pembeli.

2. perilaku konsumen dapat membantu pembuat keputusan membuat kebijakan publik.Misalnya dengan mengetahui bahwa konsumen akan banyak menggunakan transportasi saat lebaran, pembuat keputusan dapat merencanakan harga tiket transportasi di hari raya tersebut.
3. pemasaran sosial (social marketing), yaitu penyebaran ide di antara konsumen. Dengan memahami sikap konsumen dalam menghadapi sesuatu, seseorang dapat menyebarkan ide dengan lebih cepat dan efektif.

Terdapat tiga pendekatan utama dalam meneliti perilaku konsumen.
1. Pendekatan pertama adalah pendekatan interpretif. Pendekatan ini menggali secara mendalam perilaku konsumsi dan hal yang mendasarinya. Studi dilakukan dengan melalui wawancara panjang dan focus group discussion untuk memahami apa makna sebuah produk dan jasa bagi konsumen dan apa yang dirasakan dan dialami konsumen ketika membeli dan menggunakannya.


2. Pendekatan kedua adalah pendekatan tradisional yang didasari pada teori dan metode dari ilmu psikologi kognitif, sosial, dan behaviorial serta dari ilmu sosiologi.Pendekatan ini bertujuan mengembangkan teori dan metode untuk menjelaskan perliku dan pembuatan keputusan konsumen. Studi dilakukan melalui eksperimen dan survey untuk menguji coba teori dan mencari pemahaman tentang bagaimana seorang konsumen memproses informasi, membuat keputusan, serta pengaruh lingkungan sosial terhadap perilaku konsumen.

3. Pendekatan ketiga disebut sebagai sains marketing yang didasari pada teori dan metode dari ilmu ekonomi dan statiska. Pendekatan ini dilakukan dengan mengembangkan dan menguji coba model matematika untuk memprediksi pengaruh strategi marketing terhadap pilihan dan perilaku konsumen.Ketiga pendekatan sama-sama memiliki nilai dan memberikan pemahaman atas perilaku konsumen serta strategi marketing dari sudut pandang dan tingkatan analisis yang berbeda. Sebuah perusahaan dapat saja menggunakan salah satu atau seluruh pendekatan, tergantung permasalahan yang dihadapi perusahaan tersebut.

Sumber:


Tidak ada komentar:

Posting Komentar