Jumat, 19 Desember 2014

Contoh Kasus Amoral JIS dan STIP

Kasus pelanggaran sexual di Jakarta International School (JIS) serta penganiayaan di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Marunda Jakarta merupakan deretan contoh kasus yang melukai insan pendidikan khususnya dan masyarakat pada umumnya. Peristiwa memilukan dan tentu saja mengerikan tersebut seakan lebih daysat dari pada berita koalisi partai politik untuk pilpres Juli akan datang, sehingga menjadikan ratting pemberitaanya paling banyak diantara peristiwa lain dan hampir seluruh masyarakat menyimak dan mengikuti perkembangan peristiwa tersebut.  
Dua peristiwa yang kebetulan terjadi di ibu kota (Jakarta) tersebut merupakan salah satu dari berbagai permasalahan yang melanda masyarakat kita, utamanya masyarakat pendidikan. Selain mencoreng keberadaan dari pelaksana pendidikan di tingkat JIS dan STIP, kejadian tersebut juga semakin menguatkan persepsi masyarakat tentang tidak pernah nihilnya lembaga pendidikan kita dari berbagai permasalahan yang mendera termasuk juga persoalan moral atau etika. Persoalan yang sejatinya tidak hanya mendera lembaga pendidikan, tetapi telah menyeruak ke hampir seluruh lapisan masyarakat kita dengan kadar dan kuantitas yang beragam. Banyaknya kasus korupsi, free sex pra nikah di kalangan remaja, narkoba, tawuran antar pelajar bahkan money politik di pileg beberapa waktu yang lalu merupakan berita pouler yang hampir setiap hari menghiasi layar kaca serta media tulis kita semua.
Menghidupkan Pendidikan Karakter (Living Value Education) ke dalam seluruh kegiatan pembelajaran di lembaga pendidikan merupakan salah satu alternatif solusi yang ditawarkaaan guna meminimalisasi beberapa kasus amoral sebagaimana dijelaskan di atas. Kegiatan ini menjadi sangat penting untuk dapat diimplementasikan secara komprehensif di institusi pendidikan, mengingat pendidikan adalah salah satu instrument atau lembaga yang paling efektif guna menyebarkan dan menginternalisasikan nilai-nilai luhur kedalam kehidupan siswa yang pada gilirannya dapat diaplikasikan oleh siswa dalam kehidupannya di keluarga dan masyarakat tempat siswa tersebut tinggal. Hasil pendidikan selama ini dianggap mengagungkan kecerdasan otak kiri belaka yang berakibat kepada banyaknya siswa sangat cerdas dalam menjawab soal tetapi lemah dalam mental dan moral. Meskipun di sekolah telah diberikan mata pelajaran yang terkait dengan moral dan  budi pekerti, tetapi tidak sedikit siswa yang juara dalam sekolah tetapi gagal dalam menggapai kehidupan dikarenakan tidak cukup memiliki sifat kejujuran, kepercayaan, kegigihan, tanggungjawab, tangguh dan sanggup menghadapi tantangan serta beberapa sifat lain yang dibutuhkan dalam kehidupan riel di keluarga dan masyarakat.
Madrasah, dengan berbagai tingkat yang ada, mulai tingkat dasar sampai menengah merupakan institusi pendidikan di bawah Kementrian Agama sudah selayaknya tidak asing dan telah terbiasa menerapkan budaya nilai atau karakter. Nilai-nilai keimanan yang tercerminkan dalam perilaku yang mengedepankan nilai-nilai luhur agama idealnya telah terinternalisasi dalam kehidupan madrasah. Sebab kaum muslim menyakini bahwa nilai merupakan bagian dari dimensi agama (islam) yang bisa membedakan antara orang beriman dan tidak. Artinya dimensi agama masih diyakini sebagai bagian terpenting dari dasar nilai/ karakter selain dimensi lain seperti kebudayaan dan kepercayaan yang sifatnya universal

SUMBER

http://stia.almaata.ac.id/menghidupkan-pendidikan-karakter-living-value-education-di-madrasah/