Pengertian Penalaran
Penalaran adalah suatu proses berpikir
manusia yang menghubungkan data/fakta yang ada sehingga memperoleh suatu
simpulan. Fakta/data yang akan digunakan
dalam penalaran itu boleh benar atau tidak.
Kalimat pernyataan yang dapat dipergunakan sebagai data itu disebut
proposisi. Berdasarkan pengamatan yang
sejenis juga akan terbentuk proposisi-proposisi yang sejenis. Berdasarkan sejumlah proposisi yang sudah
diketahui, orang lain akan menyimpulkan sebuah proposisi baru yang belum
diketahui sebelumnya. Proses inilah yang
disebut menalar. Kegiatan penalaran
mungkin bersifat ilmiah atau tidak ilmiah.
Dari proses penalaran itu dapat dibedakan sebagai penalaran induktif dan
penalaran deduktif. Penalaran ilmiah
mencakup kedua proses penalaran itu.
Ciri-ciri Penalaran
Adanya suatu pola berpikir yang secara luas
dapat disebut logika( penalaran merupakan suatu proses berpikir logis ).
Sifat analitik dari proses berpikir. Analisis
pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan berpikir berdasarkan langkah-langkah
tertentu. Perasaan intuisi merupakan cara berpikir secara analitik.
Bentuk Penalaran
Bentuk-bentuk penalaran yang sering digunakan
dalam wancana keseharian berupa penalaran asosiatif dan skema dissosiatif.
Penalaran asosiatif berbentuk penalaran yang memasukkan beberapa unsure
penalaran dan mengevaluasi atau mengorganisasikan unsur yang lainnya. Penalaran
dissosiatif merupakan bentuk penalaran yang memisahkan atau mengurai
unsur-unsur penalaran yang semula merupakan satu kesatuan . jenis penalaran
assosiatif tersebut tidaklah mutlak hanya berupa satu jenis penalaran, tetapi
lebih mengarah pada kecenderungan, terutama pada unsur bukti dan pembuktiannya.
Metode Penalaran
A. Penalaran Induktif
Penalaran induktif adalah penalaran yang
memberlakukan atribut-atribut khusus untuk hal-hal yang bersifat umum
(Smart,1972:64). Penalaran ini lebih banyak berpijak pada observasi inderawi
atau empiri. Dengan kata lain penalaran induktif adalah proses penarikan
kesimpulan dari kasus-kasus yang bersifat individual nyata menjadi kesimpulan
yang bersifat umum.(Suriasumantri, 1985:46). Inilah alasan eratnya kaitan
antara logika induktif dengan istilah generalisasi.
Jenis – jenis Penalaran Induktif :
Ø Generalisasi, yaitu proses penalaran
berdasarkan pengamatan atas sejumlah gejala dengan sifat-sifat tertentu untuk
menarik kesimpulan mengenai semua atau sebagian dari gejala serupa.
Contoh:
Orang Indonesia peramah; Bangsa Jepang adalah
pekerja yang ulet; Orang Batak pandai menyanyi.
Ø Analogi (Analogi Induktif), yaitu
proses penalaran untuk menarik suatu kesimpulan/inferensi tentang kebenaran
suatu gejala khusus berdasarkan kebenaran gejala khusus lain yang memiliki
sifat-sifat esensial yang bersamaan.
Contoh:
Siswa di Medan berseragam; siswa di Jakarta
berseragam; siswa di Papua juga berseragam. Jadi, dapat dianalogikan bahwa
siswa di Semarang juga berseragam.
Ø Hubungan Sebab-Akibat
Menurut prinsip umum, semua peristiwa ada
penyebabnya. Jangan menarik kesimpulan (sebab-akibat) yang tidak sah. Misalnya,
orang menghubungkan suatu wabah atau penyakit dengan kutukan dewa atau tempat
tertentu yang dianggap keramat.
Hubungan sebab-akibat antarperistiwa dapat
berupa: hubungan sebab ke akibat, akibat ke sebab, atau akibat ke akibat.
B. Penalaran
Deduktif
Penalaran Deduktif adalah suatu penalaran
yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui
atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang
bersifat lebih khusus.
Metode ini diawali dari pebentukan teori,
hipotesis, definisi operasional,instrumen dan operasionalisasi. Dengan kata
lain, untuk memahami suatu gejala terlebih dahuluharus memiliki konsep dan
teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian dilapangan.
Dengan demikian konteks penalaran deduktif tersebut, konsep dan teori
merupakankata kunci untuk memahami suatu gejala.
Jenis – jenis Penalaran Deduktif :
Ø Silogisme Kategorial : Silogisme yang
terjadi dari tiga proposisi. Silogisme kategorial disusun berdasarkan klasifikasi
premis dan kesimpulan yang kategoris. Konditional hipotesis yaitu : bila premis
minornya membenarkan anteseden, simpulannya membenarkan konsekuen. Bila
minornya Menolak anteseden, simpulannya juga menolak konsekuen. Premis yang
mengandung predikat dalam kesimpulan disebut premis mayor, sedangkan premis
yang mengandung subjek dalam kesimpulan disebut premis minor.
Contoh :
Premis Mayor : Tidak ada manusia yang abadi
Premis Minor : Socrates adalah manusia
Kesimpulan : Socrates tidak abadi
Ø Silogisme Hipotesis : Silogisme yang
terdiri atas premis mayor yang berproposisi konditional hipotesis. Menurut
Parera (1991: 131) Silogisme hipotesis terdiri atas premis mayor, premis minor,
dan kesimpulan. Akan tetapi premis mayor bersifat hipotesis atau pengadaian
dengan jika … konklusi tertentu itu terjadi, maka kondisi yang lain akan
menyusul terjadi. Premis minor menyatakan kondisi pertama terjadi atau tidak
terjadi. Ada 4 (empat) macam tipe silogisme hipotesis:
Silogisme hipotesis yang premis minornya
mengakui bagian antecedent, seperti:
Jika hujan, saya naik becak.
Sekarang hujan.
Jadi saya naik becak.
Silogisme hipotesis yang premis minornya
mengakui bagiar konsekuennya, seperti:
Bila hujan, bumi akan basah.
Sekarang bumi telah basah.
Jadi hujan telah turun.
Silogisme hipotesis yang premis minornya
mengingkari antecedent, seperti:
Jika politik pemerintah dilaksanakan dengan
paksa, maka
kegelisahan akan timbul. Politik pemerintahan
tidak dilaksanakan dengan paksa, Jadi kegelisahan tidak akan timbul. Silogisme
hipotetik yang premis minornya mengingkari bagian konsekuennya, seperti:
Bila mahasiswa turun ke jalanan, pihak
penguasa akan gelisah Pihak penguasa tidak gelisah. Jadi mahasiswa tidak turun
ke jalanan.
Entimen : Silogisme ini jarang ditemukan
dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam tulisan maupun tulisan. Yang
dikemukakan hanya premis minor dan kesimpulan.
Entimen atau Enthymeme berasal dari bahasa
Yunani “en” artinya di dalam dan “thymos” artinya pikiran adalah sejenis
silogisme yang tidak lengkap, tidak untuk menghasilkan pembuktian ilmiah,
tetapi untuk menimbulkan keyakinan dalam sebuah entimem, penghilangan bagian
dari argumen karena diasumsikan dalam penggunaan yang lebih luas, istilah
“enthymeme” kadang-kadang digunakan untuk menjelaskan argumen yang tidak
lengkap dari bentuk selain silogisme.
Menurut Aristoteles yang ditulis dalam
Retorika, sebuah “retorik silogisme” adalah bertujuan untuk pembujukan yang
berdasarkan kemungkinan komunikan berpendapat sedangkan teknik bertujuan untuk
pada demonstrasi. Kata lainnya, entimem merupakan silogisme yang diperpendek.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar